CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, 01 Februari 2009

OLEH-OLEH DARI KLINIK ( ENSEFALOPATI HEPATIS )

Petang yang indah, sang surya baru saja menunaikan tugasnya hari ini dengan sedikit meninggalkan cahaya kemerahan di ufuk barat dan mengetuk pintu membangunkan insan di belahan bumi lain. Cahaya itu masih sanggup menyinari pucuk-pucuk padi yang masih hijau membentang di hamparan sawah nan asri. Cahaya itu juga masih sanggup menuntun kawanan burung kembali kesarangnya setelah sepanjang hari berkelana. Angin sepoi-sepoi mengiringinya memberi sejuta ucapan terima kasih telah menghangatkan bumi.
Petang ini kusempatkan diriku dari teras belakang menikmati fenomena keindahan alam nan alami yang setiap hari terjadi namun sangat jarang menikmatinya. Fenomena siang berganti malam yang kerap kali terabaikan padahal dalam itu semua terdapat berjuta ilmu bagi yang membacanya.
Sayup-sayup ku dengar langkah seseorang mendekati klinik, kulangkahkan kakiku ke depan. Ternyata benar, seorang wanita yang kukenal baik datang tergopoh-gopoh. Tanpa banyak basa-basi, wanita itu bilang bahwa ayahnya seperti orang bingung. Diajak bicara tidak nyambung dan gelisah tidak karuan. Dia memintaku untuk datang memeriksanya di rumahnya.
Segera kuambil peralatan kedokteran dasarku, tanpa membuang waktu ku segera berangkat. Kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari klinik, sehingga kurang dari 5 menit aku sudah sampai. Disana sudah ramai para sanak saudara dan tetangga karena memang kultur masyarakatnya masih mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi. Ku segera masuk dan kulihat keadaan pasien, seorang laki-laki usia 75 tahunan dengan kesadaran menurun “delirium” dan tubuhnya tampak ikterus. Tekanan darah masih 130/70 mmHg. Dari riwayat penyakitnya, pasien ini sudah menderita diabetes mellitus sejak usia 30 tahunan yang tidak terkontrol. Sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, dia didiagnosis sirosis hepatic dan gagal ginjal kronik dengan asites yang sukar di kendalikan. Saat itu Aku langsung mendiagnosis ensephalopathi hepatic stadium I-II e.c sirosis hepatis Child C dengan sindroma hepatorenal. Kasus yang berat nich… prognosisnya dubia ad malam. Memang untuk pasien yang ensephalopthi hepatic tipe portosistemik seperti pasienku ini, jika factor pencetus dapat teratasi, dengan pengobatan standar 80% bisa kembali sadar. Namun untuk melakukan pengobatan standart sulit tercapai. Jangankan melakukan lavement, untuk memasang infuse saja, untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan serta jalur memasukkan obat, tentangan dari keluarganya sangat tinggi. Hal ini ada beberapa sebab : (1) saat tangan pasien dipegang untuk dipasang infuse pasien menarik tangannya. Menurut keluarga dan para tetangga, itu berarti pasien menolak tetapi tidak tahu cara untuk bilang pada kita. Padahal menurut Aku, hal ini karena GCS pasien menurun sehingga gerakan yang terjadi adalah involunter dan pada tes movement hal ini menunjukkan angka 4 menurut GCS. (2) hasutan dari para kerabat dan tetangga serta paranormal yang bilang karena kerasukan jin-lah padahal hal ini sudah jelas gejala neuropsikiatri dengan et causa yang sudah jelas “sirosis hepatis”. Parahnya mereka lebih percaya “orang pintar” daripada Aku sebagai seorang dokter, mungkin Aku “bukan orang pintar kali yach” bagi mereka. Aku Sebagai seorang Dokter, meskipun hanya dokter muda yang sedang magang, hanya bisa menyarankan serta memberikan penjelasan seperlunya namun keputusan sepenuhnya berada di tangan pasien dan keluarga.
Rasa marah, kecewa, kasihan dan putus asa bercampur aduk. Terkadang muncul sebersit pikiran untuk membiarkannya toh meskipun pasien itu bisa sadar namun penyakit dasarnya “sirosis hepatis” tidak bisa disembuhkan kecuali dengan transplantasi hati. Namun yang memegang takdir bukan Aku dan Aku tidak boleh mendahului takdir sebab Aku tidak tahu takdir untuknya seperti apa sehingga Aku hanya bisa berusaha dan menyerahkan hasilnya pada Yang Mengatur Takdir. Keadaan ini diperparah oleh semua orang yang bertanya padaku ingin tahu penyakit pasien. Susah juga untuk menjelaskannya, sebab Aku terikat sumpah dokter bahwa akan menjaga kerahasiaan kesehatan pasien, namun orang-orang itu tidak tahu dan tidak mau tahu. Kalau Aku tidak menjawab, dikira Aku hanya dokter yang baru lulus yang tidak tahu apa-apa. Ku jelaskan secara implisit, namun pendidikan mereka yang rata-rata rendah tidak juga mengerti. Ingin kujelaskan secara gamblang bahwa ini rahasia pasien, rasanya kurang sopan sebab mereka umumnya lebih tua dan kenal baik dengan Aku. Aku hanya senyam senyum sambil menjawabnya dengan apa yang sudah mereka ketahui tentang penyakit pasien sebelumnya. Satu lagi PR besar buatku yaitu belajar berkomunikasi dengan baik dengan semua kalangan.
Setelah beberapa jam, akhirnya kesadaran pasien terus menurun sampai pada “sopor”. Pasien seakan kelelahan dan tidur dengan pulas, namun para keluarga dan tetangga malah senang karena pasien tenang. Sementara Aku semakin ketar-ketir GCS semakin menurun. Aku periksa tekanan darahnya, wow… 170/110 mmHg. Sindroma hepatorenal yang mengakibatkan teraktivasinya system RAA (renin-angiotensin-aldosteron), GGK kumat. Hipertensi berat… varises oegshophagus lalu hematemesis-melena mengancam, bila hal ini terjadi tentu keadaannya semakin parah. Setelah ku beri penjelasan dan sedikit bujukan pada keluarga pasien, akhirnya mereka bersedia pasang infuse untuk mengatasi GGK-nya tersebut. Akhirnya infuse terpasang, cefotaxim dan furosemide berhasil masuk. Namun lavement dan laktulosa per oral masih tidak dapat dilakukan karena mereka juga menolak pasang NGT.
Prinsip penanganan GGK, pasien tidak boleh kekurangan cairan namun juga tidak boleh kelebihan cairan. Saat ini pasien mengalami penurunan perfusi ginjal, perlu tambahan cairan segera. Namun pasien juga mengalami hipoalbumin yang diketahui dari pemeriksaan lab sebelumnya. Waduh bagaimana ini, mau di grojok salah-salah edema paru. Tetesan biasa sampai kapan baru bisa mengatasi penurunan perfusi ginjal. Mau dirujuk ke RS, keluarga pasien tidak bersedia. Timbul lagi penyesalan mengapa Aku tidak belajar lebih banyak lagi sehingga ilmuku tidak terbatas seperti sekarang. Ingin rasanya ada para dosen pembimbing disebelahku sehingga Aku bisa bertanya dan belajar lebih banyak lagi. Akhirnya dengan bekal ilmu seadanya, kuputuskan mengambil jalan tengah, 40 tetes permenit. Aku observasi ketat, ku cek tanda vitalnya, suara parunya dan tak lupa produksi urine dari kondom kateter. Setelah 2 flash comafusin dan asering masuk, kulihat produksi urine sekitar 0,5 cc/kgBB/jam dan Aku ukur tekanan darahnya lagi, uh… 140/80 mmHg. Syukurlah… satu masalah teratasi dan pengobatan medis dapat dilakukan meskipun tidak optimal 100 %. Setelah itu tetesan aku ganti maintenance 20 tpm, ku observasi beberapa saat.
Setelah ku pikir keadaan pasien sudah stabil, aku pun pergi untuk berkompromi dengan rasa ngantuk setelah sepanjang malam berjuang keras berusaha menjadi perantara-Nya yang terbaik. Berjuang melawan progresifitas penyakit, berjuang menyakinkan keluarga dan tetangga pasien, serta yang terberat melawan diri sendiri. Melawan putus asa, melawan marah, melawan perasaan tidak dihargai dan melawan penyesalan karena kebodohan diri sendiri.
Semua hal yang telah dipercayakan pada Kita, selalu meminta konsekuensi. Ilmu kedokteran yang telah dipercayakan di titipkan padaku juga telah meminta konsekuensinya, seperti malam ini. Dan sungguhpun Kita tidak bisa menuntut lebih hal yang akan dipercayakan pada kita, sebab Zat Yang Memilikinya Maha Mengetahui kadar kemampuan Kita. Semoga Aku senantiasa menjadi orang yang pandai bersyukur dan pandai dalam menjaga amanah.

0 komentar: