CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 03 Maret 2009

SANG PENGIKUT HIPOCRATES








Sore itu begitu terik, matahari memancarkan segenap cahayanya tanpa terhalang segumpal awan. Angin bertiup kencang menyapu debu jalanan yang merangas. Kendaraan berlalu lalang melawan waktu menuju tujuan masing-masung.

Zaidan berjalan kaki menyusuri jalan itu. Jalan yang sudah enam tahun Dia lalui menuju sumber ilmu dari kamar kosnya yang sederhana. Sebuah jas lab warna putih yang mulai pudar, dililitkan di tangan kirinya dan sebuah papan nama menyelip di sela-selanya bertuliskan “ DOKTER MUDA : ZAIDAN S. Ked “. Tas punggung yang tampak berat berisi buku-buku dan alat-alat kedokteran, terlihat sangat membebaninya dalam melangkah. Gurat wajahnya menunjukkan kelelahan yang sudah meminta haknya untuk beristirahat.

Di seberang jalan itu, tampak sebuah warung nasi yang ramai pengunjung. Di tempat tersebut biasanya Dia makan. Namun sore ini, Dia terus melangkahkan kakinya tanpa menoleh sedikitpun. Sore ini kalender menunjukkan tanggal 25, uang sakunya sudah menipis dibelikan buku dan untuk pembuatan referat SMF Interna. Sementara uang kiriman dari orang tuanya masih menunggu beberapa hari lagi.

Zaidan masih dapat berkompromi dengan perut dan nafsunya. Dia terus melangkah, “zaidan…zaidan…”, terdengar suara memanggil namanya. Dia menoleh kea rah sumber cahaya. Di sana berdiri sesosok yang dikenalnya, “haikal”, pekiknya. Haikal adalah teman sebangkunya saat SMA. Dia pun segera beranjak mendekatinya, “ apa kabar, sedang apa Kamu di sini “.

“kabar baik, Aku baru pulang dari tempat kerja, kebetulan lewat sini dank arena tadi belum sempat makan siang, Aku makan siang dulu di sini. Kamu mau kemana”.

“ mau pulang ke kos “

“ Mari Aku antar pakai mobilku, sekalian Aku ingin tahu kosmu “.

Zaidan dipersilahkan masuk ke sebuah sedan mewah keluaran terbaru yang masih tampak baru.

“ Sudah sukses ya Kamu sekarang “

“ Alhamdulillah, lumayan sudah bisa buat makan 3 kali sehari dan membeli mobil ini “.

Dipandanginya sahabat yang sudah enam tahun tidak bertemu. Sahabat yang telah menemaninya melewatkan masa SMA. Sahabat yang secara akademik masih berada dibawahnya, kini telah bisa hidup mandiri secara financial.

Selang berapa lama, mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah rumah sederhana berpagar besi berwarna putih.

“ Di sini kosku, ayo mampir “

“ Lain kali saja, sudah sore. Sekarang Aku sudah tahu kosmu, jadi Aku bisa lebih mudah untuk bersilaturahmi denganmu “

“ Oke, terima kasih ya “

Haikal berlalu bersama mobilnya membelah jalanan. Zaidan beranjak membuka pagar.

“ Baru pulang dari Rumah Sakit, dan? “

“ Iya, mau kemana? “

“ Ah cuma jalan-jalan sore saja menemani Dia “, jawab Habibie – teman seangkatannya di fakultas ekonomi yang sekarang sudah bekerja – sambil menunjuk istrinya yang perutnya membuncit mengandung buah hati mereka yang pertama.

Zaidan berlalu dan masuk ke kamarnya, kamar yang tidak terurus karena kesibukan sang penghuni. Kamar yang dipenuhi bertumpuk-tumpuk buku. Di sudut kamar, tergantung sebuah foto di dinding, sebuah foto wisuda sang penghuni, seorang sarjana yang masih harus berurusan dengan BAAK universitas menagih SPP kuliah. Kamar yang masih harus di bayar oleh keringat orang tua, dan kamar yang sudah sangat haus kasi sayang dan sentuhan seorang wanita. Kamar pemuda 25 tahun, Sang Pengikut Hipocrates.






0 komentar: