CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 02 Januari 2009

KESAN DUKA SEBAGAI DOKTER MUDA

Menjadi DM adalah posisi terlemah yang ada di Rumah Sakit dibandingkan posisi yang lain bahkan itu CS ataupun anak AKPER/AKBID yang juga praktek di RS. Kita tidak mempunyai pelindung, Dokter Spesialis yang membawahi kita juga seakan lebih percaya sama laporan perawat, yang laporannya sendiri terkadang penuh dg ketidakobjektifan dan kepentingan pribadi, pihak diklat seringkali tidak berdaya menghadapi kepala-kepala SMF, RS seakan-akan tidak butuh padahal berapa banyak bantuan yang diterima dari kampus dan nama besar RS Pendidikan yang didapatkan, dan pihak Kampus juga tidak mau tahu permasalahan DM dengan alasan sudah menyerahkan pendidikan kita sama RS. Dampaknya bisa di tebak sendiri. Tenaga kita dikuras habis-habisan bahkan oleh perawat, bidan dan juru rawat sekalipun yang secara akademik jauh di bawah kita yang sudah sarjana sedangkan mereka “hanya” sekelas diploma bahkan setara SMA. Saat jaga malam bagaimana mereka tanpa sungkan meminta kita melakukan TTV semua pasien, membenarkan infuse yang macet, menyuntikkan obat bahkan mencuci alatpun yang notabene tugas mereka dilimpahkan pada kita. Bagaimana mereka juga berani memarahi seorang DM yg hanya tidak sesuai dg keinginan perawat dan berani mengancam mogok kerja jika dokter spesialis tetap memberikan ujian pd DM tersebut padahal DM jelas-jelas tidak bersalah. Dampaknya pun jelas, bagaimana bisa belajar dengan keadaan tertekan baik secara fisik maupun mental.
Bimbingan dari dokter spesialisnya agak kurang. Hal ini bisa dikarenakan kesibukan mereka yang selangit dan jumlah yang sedikit, namun masalah kuantitas kami rasa bukan masalah pokok sebab ada SMF yang dr spesialisnya surplus sang seniornya lebih memilih ”menganggurkan diri”, yang perlu sedikit dipertanyakan adalah komitmen mereka untuk mendidik calon teman sejawatnya.
Waktu yang sangat menyita sehingga untuk melihat matahari terbitpun sesuatu yang langka bahkan untuk mengurus diri sendiri pun merupakan barang mahal. Kursi nganggur dan meja kosong menjadi berharga hanya untuk menghilangkan penat barang sekejap jika untuk ke ruang DM tidak memungkinkan.
Financial yang ikut terkuras. Tidak hanya untuk bayar SPP yang memang lebih mahal daripada saat kuliah namun juga untuk kelangsungan sebagai DM. Berapa banyak buku yang harus di beli atau di foto copi karena memang buku waktu kuliah tidak mencukupi lagi, dana buat bikin tugas-tugas yang segunung plus konsumsi pembimbing yang tak jarang harus berkali-kali di beli karena pembatalan-pembatalan dokter pembimbing karena padatnya kegiatan mereka (konsumsi aja bisa memakan uang makan sehari plus sarapan besok paginya), ada lagi beragam macam sumbangan tak terduga yang memang tak terduga, ada lagi dana untuk beri kenang-kenangan ke ruangan meskipun terkadang kurang ikhlas karena sikap mereka yg menjengkelkan, belum lagi untuk sebagian orang yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dengan menyuap bla3x (tapi aku tidak termasuk yang ini lho.).
Teman sekelompok. Teman kelompok merupakan dua sisi mata pisau. Jika kita beruntung mendapat teman kelompok yang pengertian, bisa di ajak kerja sama dalam kebaikan, penuh tanggung jawab terhadap tugasnya, serta dapat dijadikan sahabat yang baik, maka kita akan merasakan keindahan saat menjadi Dokter Muda. Namun apabila mendapat teman sekelompok yang sebaliknya, egois, mau menang sendiri, arogan, susah di atur, cari muka, maka bersiap-siaplah menerima akibatnya baik secara lansung maupun tidak langsung. Secara langsung akan terlihat sehari-hari, bagaimana dia datang telat saat jaga malam sehingga menyusahkan teman yang jaga tunggu, SOAP keleleran, tidak mau disalahkan, dan dia akan senantiasa memberikan berbagai kebetean sepanjang hari sepanjang waktu. Secara tidak langsung bila yang bersangkutan mendapat masalah dengan orang lain dilingkungan Rumah Sakit karena sifat jeleknya, maka siap-siap saja menerima getah dari buah yang tidak kita makan. Sebab, pada beberapa bagian SMF, mereka memandang secara kolektif kelompok sehingga satu bermasalah maka seluruh anggota kelompok mendapat akibatnya.
Itulah sekelumit kisah menjadi seorang Dokter Muda, datang kerja paling awal dan pulangnya paling-paling akhir dengan beban kerja paling berlipat, tidak di gaji, tidak dihargai dan parahnya harus membayar untuk itu semua dengan biaya yang mahal lagi. Huuuu…h, tapi itulah ilmu yang memang mahal harganya. Dan pantaslah kiranya Allah SWT meninggikan beberapa derajat orang berilmu dibandingkan orang alim sekalipun (mudahan-mudahan aku termasuk didalamnya, AMIEN).

0 komentar: