CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 02 Januari 2009

PERSIAPAN MENJELANG MASA “ DOKTER MUDA “

Alhamdulillah, kata itu yang pertama kali keluar saat namaku terpampang di papan pengumuman diantara deretan mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang lulus hasil sidang yudisium Sarjana Kedokteran. Akhirnya selesai juga pendidikan S1-ku, sebuah amanat Insya Allah telah berhasil aku penuhi. Ku bisa mempersembahkan sesuatu yang manis buat kedua orang tuaku yang telah memberiku kepercayaan untuk menempuh pendidikan yang kata orang cukup untuk membuat orang tuanya bermandikan keringat untuk menguras isi saku celana lebih dalam.
Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama, sesuatu yang baru dan mungkin aral yang lebih terjal siap menghadang di depan. Sesuatu yang masih tersembunyi di balik tirai, entah siap untuk menerkam, menghunjam atau barang kali siap memberikan pelukan hangat? Tak ada sedikitpun informasi tentang itu selama pendidikan preklinik S1 Kedokteran, padahal tirai itu harus dilalui oleh setiap sarjana kedokteran dari generasi ke generasi untuk dapat menjalankan profesinya sebagai dokter umum. Di balik tirai itu ada pendidikan profesi dokter. Pada tahap ini, para Sarjana Kedokteran akan melanjutkan pendidikannya di Rumah Sakit- Rumah Sakit pendidikan. Istilah kerennya adalah Co-Ast dan dapat gelar baru yaitu Dokter Muda. Di sini para dokter muda dapat menerapkan semua ilmu-ilmu teori yang sudah di dapat di bangku kuliah langsung kepada pasien, namun tentu di bawah pengawasan langsung para Dokter Spesialis di masing-masing bidang.
Seperti pada umumnya Sarjana kedokteran yang lain, Aku tidak tahu medan seperti apa yang akan dihadapi di Rumah Sakit. Tugasnya apa, jam kerjanya seperti apa bahkan peralatan apa yang harus di bawa masih berdiri samar di lorong-lorong gelap. Dengan sedikit keberanian, ku cari informasi-informasi apa dan bagaimana pendidikan Co-Ast ke senior-senior dokter Muda. Informasinya beragam, namun dari semuanya dapat diambil kesimpulan bahwa masa Co-Ast itu jauh-jauh lebih berat dari pada saat kuliah, iiih serem…!!!
Dari masukan senior-senior tersebut, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan :
1.Harus menyiapkan mental yang prima.
Karena masuk Rumah Sakit ibaratnya masuk hutan belantara yang kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi. Pendidikan Co-Ast ini tidak hanya mendidik dari segi keilmuan medis tetapi kita juga di didik dari segi mental. Kita dipersiapkan menjadi seorang dokter yang mempunyai attitude yang baik (bahkan bisa di bilang penilaian dari segi ini porsinya lebih besar dari pada segi intelektual) dengan menjungjung tinggi nilai-nilai luhur profesi kedokteran. Kita juga di bangun menjadi seorang dokter yang bermental baja yang siap menghadapi segala macam kondisi yang akan dihadapi kelak di masyarakat. Jadi jangan heran kalau misalnya saat laporan kasus atau referat kita di hajar habis-habisan sampai nangis. Jangan putus asa bila saat ditanya di depan pasien kita cuma bengong aja. Tetapi jangan takut dan cemas, itu tidak seseram yang di bayangkan kok. Mungkin awalnya saja yang agak berat tapi lama-kelamaan biasa saja, hal ini bisa jadi karena mentalnya sudah terbentuk atau urat malunya yang sudah putus, he3x. Eiittt, ada lagi yang perlu di waspadai, tapi jangan bilang-bilang ya, ini dia yang paling menguji mental kita karena setiap saat kita selalu berhubungan dengan yang satu ini, “perawat”. Ada oknum-oknumnya yang suka memperalat kita, suka nyuruh-nyuruh, marah-marah dan sering mengkambinghitamkan DM. Tapi jangan terlalu takut sama mereka, bersikap sewajarnya sesuai dengan batasa-batasan kita sebagai Dokter Muda.
2.Yang ini tidak kalah pentingnya : “ FISIK “.
Yach… karena kita disini seakan-akan di tuntut untuk bekerja lembur sepanjang hari dan sepanjang tahun dengan jatah liburan yang “berkonsep sangat minimalis”. Saat kita bertanggung jawab di ruangan, jam kerja kita adalah sebagai berikut : kita harus SOAP pagi-pagi buta bahkan terkadang saat pasiennya sendiri belum bangun tidur. Terus sampai pukul 14.00 baru bisa pulang. Tetapi kalau kita giliran jaga malam kita terus lanjut di Rumah Sakit sepanjang hari dan malam sampai besok paginya lagi ditambah jam kerja pada hari itu, jadi kira-kira bisa pulang pukul 14.00 keesokan harinya. Frekuensi jaganya tergantung jumlah anggota masing-masing kelompok Co-Ast dan jumlah ruangan yang harus dijaga. Belum lagi tugas laporan kasus dan referat yang sangat menguras pikiran, tenaga, waktu dan biaya. Plus materi berjibun yang siap membuat otak memelas memohon ampun yang harus dikuasai dalam limit waktu yang relative sempit.
3.Ada pepatah bilang “ bila kita sudah mempunyai peralatan berarti kita sudah menyelesaikan separuh dari pekerjaan “.
Jadi untuk menghadapi pertempuran ini kita harus mempersiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Peralatan pokok yang “seharusnya” dipunyai oleh setiap DM adalah stetoskop, tensimeter, thermometer, jam tangan (sebaiknya jangan digital tapi aku sendiri pakai yang digital, he3x), hammer reflex, pen light (lampu senter yang tanggung tapi cahaya kuat dan fokus). Peralatan yang lainnya hanya nice to have misalnya : otoskop, tonometri, dll. Masalah kualitas barang-barangnya tergantung setiap individu. Memang kalau kualitasnya bagus (yang biasanya berbanding lurus dengan harganya) sangat membantu dalam tugas sehari-hari, namun karena Rumah Sakit adalah tempat umum jadi resiko untuk kehilangan barang juga besar. Kalau yang kualitasnya biasa, cukup bermanfaat tapi kekurangannya kita tidak bisa menangkap secara detail sign yang ada pada pasien apalagi untuk pemula seperti para Dokter Muda. Handscoen siapkan yang steril beberapa buah untuk ikut operasi baik di bedah sentral maupun IGD. Handscoen tidak steril juga bisa dipersiapkan satu kotak cukup.
4.Baju seragam juga untuk dipersiapkan.
Jas lab kalau bisa harus punya yang 2 hari sekali bisa ganti sebab kasihan pasien kalau menanggung derita oleh aroma tidak sedap dari baju kita belum lagi bau badan karena belum sempat mandi. Masalah modelnya kalau bisa jangan menyerupai jas dokter sebab sebagian besar dokter spesialis tidak suka disamping masalah etika, (mis : jangan terlalu pendek, jangan terlalu ketat, dll). Baju bedah plus topi dan maskernya cukup dua pasang saja sebab tidak terlalu sering digunakan kecuali di SMF Bedah dan OBSGYN.
5.Persiapan yang terakhir adalah “ ILMU “.
Sebenarnya inilah alasan mengapa kita di Rumah Sakit. Sebaiknya kita harus sudah menguasai luar kepala materi dan teori-teori saat kuliah dahulu, sehingga saat di Rumah Sakit kita tinggal membandingkan teori dengan fakta yang ada di pasien, tugas kita selanjutnya adalah tinggal mengembangkan teori yang sudah kita punya. Namun kalaupun tidak, jangan berkecil hati, hal ini bisa di kejar sambil jalan meskipun dengan usaha yang lebih keras lagi. Dan satu hal yang penting yaitu saat kita berhadapan dengan pasien ilmu yang di dapat jauh lebih cepat masuk dan bertahan lama dibandingkan hanya belajar teori.
Memang, setelah mendengar hal-hal tersebut di atas, timbul pertanyaan terhadap diri sendiri, mampu tidak ya aku menghadapi tantangan baru tersebut. Namun para senior memberiku semangat : “BISA KARENA BIASA” dan terkadang fakta di lapangan tidak seseram dalam bayangan. Dan jangan takut akan tantangan dan sesuatu yang baru sebab dengan adanya tantangan membuat hidup semakin hidup. Dan Allah SWT tidak akan menguji suatu kaum di atas kemampuannya. ORANG LAIN BISA JADI AKU JUGA PASTI BISA. SEMANGAT !!!

0 komentar: